Artikel Menegakan HAM untuk Kepentingan Nasional
Oleh:
Masdarsada
SULUHBALI.CO
Kasus pelanggaran HAM selalu menjadi
perhatian masyarakat. Bahkan semua yang melanggar kebebasan seseorang
dinilai melanggar HAM. Kondisi ini mengingatkan pada
mencuatnya isu kebebasan dan hak hak dasar
manusia yang pernah menjadi ikon kosmologi pada abad
ke-18.
Pada masa itu hak-hak dasar tidak
hanya dipandang sebagai kewajiban yang harus dihormati penguasa. Tetapi, juga
hak yang mutlak dimiliki oleh rakyat. HAM merupakan seperangkat hak yang
melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh, Negara, Hukum,
Pemerintah dan setiap orang. Bahkan pada abad 18 muncul kredo (pernyataan
kepercayaan) tiap manusia dikaruniakan hak-hak yang kekal.
HAM merupakan hak yang tidak dapat
dicabut dan yang tidak pernah di tinggalkan ketika umat manusia beralih
memasuki era baru dari kehidupan pramodern ke kehidupan modern. Betapa ham
telah mendapat tempat khusus di
tengah-tengah perkembangan kehidupan manusia mulai
abad 18 sampai sekarang.
Negara wajib melindungi dan menjunjung
tinggi HAM karena masyarakat telah menyerahkan sebagian hak-haknya kepada
negara untuk dijadikan hukum (Teori Kontrak Sosial). Negara memiliki hak
membuat hukum dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran HAM. Negara, pemerintah
atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi
manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali. Ini berarti bahwa HAM harus
selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang menyatakan bahwa sejarah
bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan,
kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku yang tidak
adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit, budaya, bahasa,
agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain. Perilaku tidak
adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia. baik
yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga
negara atau sebaliknya) maupun horizontal (antar warga negara
sendiri) dan tidak sedikit yang masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia
yang berat (grossviolation of human rights).
Kewajiban menghormati hak asasi
manusia tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal
dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan persamaan kedudukan warga
negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk agama dan untuk beribadat sesuai
dengan agama dan kepercayaannya itu, serta hak untuk memperoleh pendidikan dan
pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar
1945 yang yang mengatur tentang hak asasi manusia.
Kasus – kasus pelanggaran HAM pada
periode 1998 – 2011, diantaranya : Kasus Semanggi I dan II, Trisakti ( Tahun
1998 ), Kasus Poso ( Tahun 1998 ), Kasus Ambon ( Tahun 1999 ), Kasus Sampit (
Tahun 2001 ), Kasus Ahmadiyah ( Tahun 2007 – 2008 ), Kasus pelarangan pendirian
rumah ibadah Ahmadiyah ( 2009 – 2010 ), Kasus Prita Mulyasari ( Tahun 2010 –
2011 ).
Namun demikian dalam era reformasi
ini telah berhasil disusun instrumen-instrumen penegakan HAM. Diantaranya
amandemen UUD 1945 yang kemudian memasukkan HAM dalam Bab tersendiri dengan
pasal-pasal yang menyebutkan HAM secara lebih detail. Selain amandemen UUD 1945
juga ditetapkannya Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia yang menugaskan kepada lembaga lembaga tinggi negara dan seluruh
aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebarluaskan pemahaman
mengenai HAM kepada seluruh masyarakat.
UUD 1945 juga menugaskan kepada
Presiden RI dan DPR RI untuk meratifikasi berbagai instrumen PBB tentang HAM
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 dan
diudangkannya Undang Undang RI No 09 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang Undang RI No 39 Tahun
1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta memperkuat posisi Komnas HAM yang
dibentuk sebelumnya. Berdasarkan Keppres. No 50 Tahun 1993 Tentang Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, serta diundangkannya Undang Undang RI No 26 Tahun
2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Peran Serta Masyarakat
Penegakan HAM di negara kita tidak
akan berhasil jika hanya mengandalkan tindakan dari pemerintah. Peran serta
lembaga independen dan masyarakat sangat diperlukan. Upaya penegakan hak asasi
manusia ini akan memberikan hasil yang maksimal manakala didukung oleh semua
pihak. Usaha yang dilakukan Komnas HAM tidak akan efektif apabila tidak
ada dukungan dari masyarakat.
Sebagai contoh, Komnas HAM telah
bertekad untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan membuka kotak
pengaduan dari masyarakat. Tekad dan usaha ini tidak akan berhasil apabila
masyarakat enggan atau memilih diam terhadap berbagai praktik pelanggaran HAM.
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat untuk bersama-sama mengupayakan penegakan
HAM sangat dibutuhkan.
Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat
dapat diwujudkan melalui hal-hal berikut:
- Menyampaikan laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga berwenang lainnya.
- Masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam bentuk usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga terkait lainnya.
- Masyarakat juga dapat bekerja sama dengan Komnas HAM untuk meneliti, memberi pendidikan, dan meyebarluaskan informasi mengenai HAM pada segenap lapisan masyarakat.
Peran masyarakat terhadap upaya
penegakan HAM, misalnya muncul berbagai aktivis dan advokasi LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat). Para aktivis dapat mengontrol atau mengkritisi kebijakan
pemerintah yang rawan terhadap pelanggaran HAM. Mereka juga dapat mendata
kasus-kasus pelanggaran HAM dan melakukan pembelaan atau pendampingan. LSM
tersebut bisa menangani berbagai masalah, misalnya masalah kesehatan masyarakat,
korupsi, demokrasi, pendidikan, kemiskinan, lingkungan, penegakan hukum.
Kehadiran LSM-LSM ini dapat menjadi
kekuatan penyeimbang sekaligus pengontrol langkah-langkah pemerintah dalam
pelaksanaan HAM di Indonesia, Namun kiranya penegakan HAM juga harus mencermati
kepentingan nasional, artinya tidak sekedar menjadi alat kepentingan asing,
sementara disisi lain terdapat negara asing yang mensponsori berbagai Lembaga
Non Pemerintah (LSM) untuk menegakan HAM terhadap beberapa isu, tetapi negara
sponsor tersebut juga melakukan pelanggaran HAM terhadap negara lainnya atau
terhadap warga negaranya sendiri dengan menerapkan standar ganda, untuk itu
mari kita semua membangun iklim negara Indonesia yang demokratis, yang
menghormati HAM yang didasari oleh kepentingan nasional kita dalam rangka
mencapai Indonesia yang kita cita-citakan.
Masdarsada * Penulis Pemerhati
masalah Sosial Keamanan dan aktif pada Forum Dialog (Fordial) Ketahanan
Sipil.
Referensi
: suluhbali.co/menegakan-ham-untuk-kepentingan-nasional/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar